Tuesday, June 21, 2016

Puasa 19 Jam


Beberapa teman saya di Indonesia bertanya "Apa rasanya puasa 19 jam?" atau "Apa rasanya puasa di Jerman?"

Begini, 5 tahun lalu saya adalah bagian dari mayoritas. Tinggal di Jakarta dan berpuasa selama 13 jam lamanya, dilakukan bersama keluarga dan teman, serta segala fasilitas tempat ibadah dan suasana yang mendukung/memudahkan jalannya ibadah tahunan ini.

Mungkin sama seperti sebagian besar muslim lainnya, saya pun kesulitan. Beradaptasi untuk tidak makan dan minum serta belajar memahami makna dari kegiatan ini. Mempertanyakan kenapa tidak boleh makan? kenapa tidak boleh minum? kenapa dari subuh sampai maghrib?

Tanpa saya sadar kesulitan ini tidak sebanding ketika dengan saya berpuasa di Eropa.

Kenapa demikian?

Disini saya menjadi minoritas.
Tidak ada adzan subuh atau maghrib, waktunya lebih lama dari Indonesia (berhubung sekarang musim panas), tempat makan tetap buka seperti biasa. Tidak semua orang mengerti apa itu puasa, penasaran, bahkan juga menganggap itu hal yang kurang sehat. Ibadah harianpun menjadi sulit ketika, tidak ada waktu istirahat pada hari jumat dan juga tidak ada tanggal merah pada hari raya.

Jadi, apa rasanya?

Seru dan nikmat.

Serius. Kalo ngomongin soal laper atau enggak, ya pasti lapar ya. Yang nahan 13 jam aja lapar, apalagi yang 19 jam. Seru disini adalah ketika kita harus melawan diri sendiri dan menyakinkan seberapa sayang kita sama sang pencipta.

Kehidupan disini berjalan seperti biasa, tanpa tahu umat muslim sedang puasa. Saat cuaca panas, kanan dan kiri saya makan es krim atau minun jus, saya harus rela menelan ludah atau hanya istighfar ,karena gak mungkin juga kan saya minta dingertiin untuk gak makan dan minum depan saya? 

Sama halnya pada saat saya melihat barang di toko, seringkali suka 'laper mata' atau bermalas2an. saya suka mikir "puasa tujuannya untuk menahan nafsu" dan kedua ini termasuk nafsu yang susah banget dilawan. Maka ketika saya menang melawan diri saya sendiri, maka itulah reward untuk saya. Dan saya senang sekali dapat merasakan hal ini. 

Rasa kedua adalah nikmat. Nikmat karena saya jadi sadar bahwa betapa beruntungnya hidup saya di Jakarta dulu. Suasana yang sama tidak akan terasa disini, namun berjuang untuk menahan seharian dan menerima hadiah di penghujung hari adalah kenikmatan yang super sekali. Apalagi kalau bisa dilakukan bersama, seperti saat berbuka puasa di kedutaan.

Banyak sekali pelajaran yang saya dapat dari pengalaman ini. Seperti mengerti perasaan kaum minoritas dan bagaimana menjadi mayoritas adalah berkah yang luar biasa namun bisa jadi comfort zone yang tidak sehat. Mencoba memahami makna dari puasa, tidak sekedar lapar dan haus. Belajar mengerti apa arti 'menahan' yang sesungguhnya. Puasa memang membuat hidup jadi sederhana, hidup tanpa membutuhkan banyak embel-embel lainnya dan hidup dengan berbagi. Dan begitulah seharusnya kita hidup. 

Semoga pengalaman saya ini bisa menjadi cerminan untuk teman-teman di tanah air atau di belahan bumi lainnya. Mari jadikan bulan ramadan ini momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah, keluarga, saudara dan teman.

Selamat melanjutkan ibadah :)

p.s. video tentang puasa akan saya unggah sabtu ini ke youtube, ditunggu ya!

Friday, June 10, 2016

Antara Kebutuhan dan Keinginan

Sesaat lalu saya tergelitik untuk melakukan sesuatu diluar rencana hidup saya. 
Sesuatu ini membutuhkan proses dan ujian sebelum dapat dimiliki. Namun saya percaya diri kalau saya mampu dan saya selalu tahu kalau saya ingin, setidaknya untuk mencoba. 

Sudah 5 tahun perasaan yang sama menggelitik di hati saya, lebih dari itu rasa ingin ini jauh saya rasakan sebelum saya lulus SMA. Kenapa baru setelah 5 tahun saya mencoba? karena saya pengecut. Saya takut gagal dan tidak percaya diri. Karena hal ini membuat saya bahagia dan brsemangat sehingga jika saya gagal saya khawatir akan sangat kecewa. Efeknya, saya selalu mengelak untuk mencoba.

Sampai pada akhirnya, kesempatan itu datang. tidak jelas dari mana. Ada sebuah dorongan besar, dukungan dari orang-orang yang cinta kepada saya, dan yakin bahwa saya harus mencoba. Mereka menjabarkan bakat saya, dan mengingatkan saya bahwa kecintaan saya terhadap hal ini tidak akan sia-sia. Mereka percaya kalau saya harus mencoba. 

Dimulai dari meminta. Sebenarnya sudah tutup pendaftarannya, namun saya meminta untuk diizinkan mencoba. setelah urus sana sini, saya dapat undangan. Undangan untuk 'memamerkan' karya saya. Pertarungan pencarian idepun dimulai dengan sebuah kata "Lebih Baik". Dua kata ini punya makna yang sangat luas dan dapat diaplikasikan dimana saja. Maka kemampuan saya untuk menyampaikan ide harus sangat baik sehingga dapat dimengerti. 

Persiapan yang terhitung sebentar mengantarkan saya pada hari dimana saya super gugup. Satu persatu ide saya sampaikan. Namun setelahnya saya tidak memiliki rasa 'puas'. Saya tahu bahwa ini hasilnya bukan bahagia.

Mereka katakan dua minggu. Tunggu dua minggu. Dalam tunggu ku berdoa, mengharap yang terbaik. Menjadikan ini tolak ukur atas kemampuan dan usahaku. Namun ternyata harapan dan doa tidak akan mengubah nasib. Aku tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi calon mahasiswi jurusan desain. Ya. Itu hal yang sangat ingin saya coba. 

Sedih rasanya. Seakan tertipu oleh rasa percaya diri dan dorongan kesempatan. 
Mungkin ini semua hanya sentilan. 
Mungkin ini ujian. 
Mungkin juga pertanyaan "Sejauh mana kamu akan mencoba?"

Pada akhirnya saya sadar bahwa keinginan hanyalah rasa yang belum tentu harus dimiliki.
Sedang kebutuhan adalah sesuatu yang berpotensi membuat saya lebih baik. 

Sahabat saya bilang "Tantangan/kesulitan itu tidak untuk dihindari, namun dilawan agar manusia menjadi lebih baik"

Na ja, setidaknya saya sudah mencoba dan tidak penasaran lagi.

Mensyukuri apa yang dimiliki dan bekerja sekuat tenaga serta ikhlas memang membuat hidup ini terasa ringan. Walau sedikit ambisi juga tidak salah.

so, remember this.

"Do what you need to do, not what you want to do"

-------------------------------------------------------------

p.s. Saya masih kuliah Arsitektur (kok)

Sunday, June 5, 2016

Tips melaksanakan puasa


Sebelum saya tinggal di Jerman, saya gak pernah merhatiin kalau lamanya puasa itu berbeda di tiap negara. Biasanya di Indonesia kita puasa kurang lebih 13 jam. Di Jerman, berhubung sekarang musim panas, jadilah saya puasa 20 jam. Ini karena tiap musim panas matahari terbit lebih pagi dan tenggelam lebih malam.

Mungkin terdengar agak ekstrim ya, menahan makan dan minum segitu lama. Tapi sebenernya kalau dijalanin insha Allah bisa kok. Tentunya tidak lupa untuk bersiap dengan baik.

Hal-hal yang harus perhatikan selama bulan Ramadhan ialah sebagai berikut:

1. Sahur dengan makanan berserat.
Karena makanan berserat membuat perut kenyang lebih lama.
contohnya roti gandum/pasta, beras merah, buah pir, apel, oatmeal, kacang dan sayuran.

2. Minum 2 gelas air setelah makan.
Hindari minum berlebihan, karena perut kamu akan kram. Lebih baik lagi jika kamu bisa minum 2 liter air diantara waktu maghrib dan subuh.

3. Olah raga 2 jam sebelum berbuka.
Karena saat puasa tubuh kita cenderung tidak banyak bergerak, maka olah raga (ringan) bisa membantu tubuh tetap fit.

4. Jangan lupa belajar.
Pelajari tentang Ramadhan dan ibadah apa saja yang bisa kita laksanakan di bulan ini, agar ibadahnya bisa maksimal. Ini salah satu ebook yang saya dapat dari teman saya.

Semoga ke empat poin di atas bermanfaat untuk yang membaca dan bersama post ini saya juga mau meminta maaf jika ada perilaku yang kurang baik atau salah kata.

Selamat besiap diri teman-teman semua!